Sebuah NGO Majlis Perundinngan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM) mengecam pernyataan Presiden Amerika Serikat Joe Biden baru-baru ini tentang Peristiwa 1915.
Presidennya Azmi Abdul Hamid berkata kepada Anadolu Agency, Biden melakukan satu kesalahan besar jika dia memihak kepada tuntutan Armenia.
Sabtu lalu, Presiden Joe Biden menyebut Peristiwa 1915 sebagai pembunuhan beramai-ramai, melanggar tradisi presiden Amerika sebelumnya yang tidak menggunakan istilah itu.
"Negara-negara Barat hanya berdiam atas penyembelihan yang terus dilakukan Israel di Palestin dan India di Kashmir," tandas Hamid.
Dia menekankan bahwa tentara India "telah membunuh sekitar 600.000 warga Kashmir" sejak 1947 dan Israel telah "membuat jutaan orang Palestina menjadi pelarian."
Beliau mendakwa pernyataan Biden sebagai "campur tangan dalam urusan dalaman Turki".
Menurut beliau lagi, Turki meyakini bahwa dalam Peristiwa 1915, kematian orang-orang Armenia di Anatolia Timur terjadi ketika sejumlah orang awam berbalik memihak penjajah Rusia dan memberontak melawan pasukan Turki Othmaniyah. .
Justeru itu, penempatan semula orang-orang Armenia mengakibatkan banyak korban jiwa.
Dalam pada itu, Turki keberatan dengan pihak menggunakan tragedi ini sebagai 'genosida' karena kedua pihak sama-sama menderita kerugian besar dalam hal jumlah nyawa yang terkorban.
Ankara telah berulang kali mengusulkan pembentukan komisi gabungan sejarawan dari Turki dan Armenia serta pakar internasional untuk mengusut masalah tersebut.
Pada 2014, Recep Tayyip Erdogan, perdana menteri Turki saat itu dan presiden sekarang, menyatakan belasungkawa kepada keturunan orang-orang Armenia yang gugur dalam Peristiwa 1915.
Ulasan